Bapa
konsili melihat bahwa perayaan liturgi, terutama perayaan Ekaristi,
merupakan puncak yang dituju oleh seluruh kegiatan dan karya kerasulanan
Gereja, sekaligus merupakan sumber segala daya kekuatannya Sacrosanctum Concilium (SC 10] Sedangkan Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR)
menambahkan bahwa pekerjaan sehari-hari dalam kehidupan Kristen juga
berkaitan erat dengan perayaan Ekaristi: bersumber dari padanya dan
tertuju kepadanya (PUMR 16).
Dengan kata lain, liturgi merupakan sumber utama yang tak tergantikan
untuk menimba semangat kristiani yang sejati. Hal ini mengandaikan dan
menuntut partisipasi sadar, aktif dan sepenuhnya dari kaum beriman yang
mengambil bagian dalam perayaan liturgi (SC 19). Dewasa
ini haruslah diakui bahwa di mana-mana tingkat partisipasi umat beriman
dalam perayaan Ekaristi sudah menunjukkan kemajuan dan sernakin
meningkat, namun tidak sedikit juga umat yang terus saja pasif
dan kurang bergairah dalam mengikuti perayaan Ekaristi, Rendahnya
tingkat partisipasi umat dalam perayaan Ekaristi ini dapat disebabkan
oleh motivasi yang keliru: motivasi "wajib" dan "hanya ikut" karena
setiap orang yang sudah dibaptis harus ke gereja pada hari minggu
(Mayor, 1999: 2). Alasan lain yang lebih mendasar kiranya adalah kurang
atau rendahnya pengertian dan pemahaman sebagian besar umat beriman ten
tang perayaan Ekaristi itu sendiri (Roguet, 1984: 5).
Kenyataan
ini menyisakan suatu tantangan dan tugas besar bagi seluruh umat
beriman untuk menjadikan liturgi, terutama perayaan Ekaristi, sungguh
sebagai puncak yang dituju oleh seluruh hidup Gereja dan hidup
sehari-hari umat beriman, dan sekaligus sebagai sumber rahmat bagi
pengudusan manusia dan pemuliaan Allah. Bagaimana perayaan liturgi, terutama perayaan Ekaristi, dapat menjadi peristiwa yang menarik, mengesan, mengena,
sekaligus menjadi sumber rahmat dan daya kekuatan bagi jemaat untuk
menghayati iman dan melaksanakan perutusan di tengah kehidupan harian
mereka. Berbagai
|
|
usaha
menjadikan perayaan Ekaristi menjadi menarik, mengesan, dan mengena
telah dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya: perayaan Ekaristi yang
disesuaikan dengan adat budaya tertentu, penggunaan bahasa dan budaya
setempat, kehadiran para petugas liturgi yang trampil dan terlatih, tata
ruang yang anggun dan berbagai usaha sejenisnya. Semua upaya ini
patutlah kita sambut dengan penuh syukur, namun kiranya segala usaha
tersebut lebih menekankan segi lahir dan kelihatan dari perayaan
Ekaristi itu sendiri, serta belum begitu menyentuh alasan utama
rendahnya tingkat partisipasi umat dalam perayaan Ekaristi, yakni
motivasi yang tepat dan kurangnya pemahaman umat beriman akan hakekat
perayaan Ekaristi.
|
Para
bapa konsili melihat bahwa usaha yang harus dilakukan untuk
meningkatkan partisipasi dan penghayatan umat beriman dalam perayaan
Ekaristi adalah melalui pendidikan liturgi bagi kaum beriman. Oleh
karena itu para bapa konsili berkata:
Perlulah
disadari bahwa partisipasi sadar, aktif, dan sepenuhnya pertama-tama
dan terutama berasal dari hakekat liturgi itu sendiri dan berdasarkan
Imamat umum kaum beriman yang telah mereka terima melalui sakramen
permandian (SC 14).
Liturgi sebagai tindakan Kristus sekaligus tindakan Gereja rnenjadikan
perayaan liturgi sebagai perayaan jemaat. Jemaatlah yang menjadi subyek
dan partisipan aktif;
mereka bukan penonton yang pasif. Berkat anugerah Imamat umum, umat beriman berhak dan wajib untuk mengungkapkan imamat umum mereka bersama dengan seluruh Gereja dalam perayaan liturgi.
mereka bukan penonton yang pasif. Berkat anugerah Imamat umum, umat beriman berhak dan wajib untuk mengungkapkan imamat umum mereka bersama dengan seluruh Gereja dalam perayaan liturgi.
Partisipasi
secara sadar, aktif, dan sepenuhnya dari umat beriman juga memungkinkan
mereka menghadiri perayaan liturgi dengan sikap-sikap yang serasi:
kesesuaian isi hati dengan apa yang mereka ucapkan (SC 11),
antara sikap batin dengan ungkapan lahir; antara apa yang mereka imani
(lex credendi) dengan apa yang mereka nyatakan (lex orandi).
Bagi
para bapa konsili, pendidikan liturgi bukanlah suatu penawaran atau
anjuran, melainkan suatu keharusan bagi para gembala jiwa (SC 14), karena salah satu tugas utama mereka adalah pembagi rahmat dan misteri-misteri Allah (SC 19). Dalam melaksanakan pendidikan liturgi ini, para gembala dianjurkan untuk melakukannya dengan rajin, tekun, dan sabar SC 14 dan SC 19).
Dengan rajin berarti bahwa para petugas pastoral dituntut untuk
melaksanakannya dengan terus menerus tanpa henti. Usaha mereka yang
rajin dan tanpa henti itupun masih perlu ditunjang dengan ketekunan dan
kesabaran mengingat bahwa tidaklah selalu mudah melaksanakan pendidikan
liturgi bagi kaum beriman. Tidak sedikitlah tantangan, kesulitan,
hambatan, dan kemungkinan gagal. Menghadapi semua ini para pelayan
tertahbis dan non tertahbis diharapkan memiliki kegigihan, ketekunan dan
kesabaran dalam membina kaum beriman.
Selain
melalui pendidikan liturgi, bapa-bapa konsili, dalam Deklarasi ten tang
Pendidikan Kristen,juga menyatakan bahwa peningkatan partisipasi umat
beriman dalam perayaan liturgi dapat dilakukan melalui kegiatan
katekese. Kegiatan katekese yang sejati senantiasa mengarahkan peserta
untuk merayakan iman mereka dalam perayaan-perayaan liturgi Gereja:
Pernyataan
para bapa konsili tersebut ditegaskan kembali oleh Petunjuk Umum
Katekese (2000) ketika membicarakan tentang tugas katekese:
" ... katekese, bersama dengan memrgukan pengetahuan tentang arti liturgi dan sakramen-sakramen, harus juga mendidik para murid Kristus untuk doa, ucapan .ryukur, tobat, berdoa dengan penuh keper- ccryaan, untuk seman gat menjemaat, untuk mengerti dengan tepat arti Credo ... karena semua ini perlu bagi hidup liturgis (PUK 85)." ... pembinaan liturgis ... harus menjelaskan apa itu liturgi Kristen, dan apa itu sakramen. Katekese harus juga memberikan pengalaman tentang macam-macam perayaa» yang berbeda, dan harus membuat simbol-simbol, gerak-gerak, dan sebagaitrya yang dikenal dan dicintai" (PUK 87).
Petunjuk
Umum Katekese (PUK 85 dan 87) juga menyebutkan berbagai bahan pembinaan
liturgi bagi cmat beriman, yakni: arti dan makna liturgi Kristen,
sakramen-sakramen atau perayaan liturgi lainnya, simbol-simbol dan
gerakan liturgi, dan sebagainya. Selain itu katekese juga diharapkan
membentuk dalam diri umat beriman sikap-sikap yang dituntut dan
diperlukan oleh setiap perayaan liturgi, misalnya doa, ucapan syukur dan
pujian, tobat, berdoa dengan penuh kepercayaan, semangat menjemaat, dan
sejenisnya, Dan yang tak kalah pentingnya adalah bahwa katekese secara khusus juga mempersiapkan umat beriman untuk memasuki sakramen-sakramen inisiasi secara bertahap.
Dewasa
ini patutlah disyukuri dengan adanya berbagai usaha pendidikan liturgi
bagi umat beriman yang sudah dilaksanakan oleh berbagai pihak. Pertama
yang perlu disebut adalah pendirian Institute Liturgi (ILSKI = Institut
Liturgi Sang Kristus Indonesia) di Bandung,
|
|
namun
perlu ditanyakan sejauh mana lembaga ini juga mengusahakan pendidikan
liturgi bagi umat beriman dan sejauh mana kerjasama dengan Kornisi
Liturgi KWI dalam mengusaha-kan pendidikan sejenis. Usaha-usaha lain
yang dilakukan melalui media cetak: buku-buku, majalah-majalah, bulletin
|
|
atau leaflet ,dan sejenisnya di berbagai tingkat baik parokial maupun
keuskupan ataupun nasional. Pembinaan liturgi bagi para petugas liturgi
juga banyak dan kerap kali dilaksanakan di begitu banyak tempat, namun
dalam pengamatan kami tak jarang pembinaan tersebut memiliki titik tekan
pada pembinaan teknis untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab para
petugas liturgi; sedangkan pembinaan liturgis atau biblis ataupun
teologis kurang mendapatkan perhatian secukupnya. Upaya lain yang
dilakukan Komisi Liturgi KWI adalah menetapkan bulan Mei sebagai Bulan Liturgi Nasional.
Komisi Liturgi KWI juga menawarkan bahan dan kegiatan yang dapat
diwujudkan selama bulan liturgi tersebut, namun dalam kenyataannya hanya
sebagian kecil paroki saja yang menaruh perhatian terhadapnya. Menurut
hemat kami, kecilnya perhatian paroki-paroki pertama-tama tidak
disebabkan oleh rendahnya minat para gembala atau umat beriman terhadap
liturgi, namun penetapan waktunya yang dirasa kurang tepat. Bulan Mei
biasanya paroki-paroki baru saja menyelesaikan kesibukan mereka dengan
peristiwa Pekan Suci dan belum sempat "cooling down." Bulan tersebut
mereka juga memfokuskan perhatian kepada kegiatan devosi kepada Santa
Perawan Maria. Apakah tidak dimungkinkan perubahan penetapan Bulan
Liturgi Nasional dari bulan Mei ke bulan lain sehingga ada cukup waktu
untuk mempersiapkannya dengan perhatian yang tidak terbagi sehingga gema
Bulan Liturgi Nasional juga terasa di paroki-paroki.
|
Tak
kenal, maka tak sayang. Kiranya ungkapan ini tepat untuk dikenakan pada
liturgi kita. Kurangnya pemahaman akan liturgi menjadikan orang kurang
terlibat dan berpartisipasi dalam liturgi dan akhirnya kurang dapat
memetik dan menikmati rahmat pengudusan yang diperlukan untuk menghayati
hidup harian kita dalam Tuhan. Akhirnya pendidikan liturgi menjadi
suatu keharusan yang tidak pernah boleh diabaikan oleh para gembala
(maupun para petugas pastoral non tertahbis) baik sebagai jawaban atas
seruan konsili maupun aktualisasi tugas mereka sebagai pembagi rahmat
misteri penyelamatan Allah sekaligus juga sebagai aktualisasi imamat
umum kaum beriman.
Rm Karnan Ardijanto, Pr
(Penulis adalah Ketua Komkat Keuskupan Surabaya)
(Penulis adalah Ketua Komkat Keuskupan Surabaya)